SUDAH menjadi sunnatullah tentang begitu beragamnya makhluk ciptaan Allah di muka bumi ini. Keanekaragaman jenis ciptaan Allah ini merupakan tanda-tanda keagungan dan kekuasaan Allah SWT. Masing-masing makhluk hidup tersebut memiliki peranannya sendiri dalam sebuah ekosistem yang ditinggalinya. Tak hanya perbedaan jenis makhluk hidup, antara satu manusia dengan manusia lainnya pun kita memiliki perbedaan. Adanya fenomena perbedaan ini tentu memiliki alasan tersendiri.
Alasan Allah menciptakan makhluk hidup berbeda-beda ini disebutkan dalam al-Quran, salah satunya tertuang di dalam ayat berikut ini: Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikanmu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al Hujurat: 13). Dalam ayat tersebut kita diingatkan bahwa Allah memberikan perbedaan antara individu satu dengan individu lainnya agar kita saling mengenal satu sama lain. Dengan mengenali perbedaan yang kita miliki antara satu dengan lainnya membuat kita bersyukur atas karunia Allah yang telah menciptakan manusia dengan berbagai karakter dan sifatnya.
Sunnatullah perbedaan dan keragaman makhluk ciptaan Allah bukan hanya dari bentuk dan jenisnya, namun juga dalam hal keyakinan beragama. Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa seandainya Allah menghendaki dapat saja membuat keyakinan seluruh manusia seragam dengan satu agama dan satu keyakinan, tetapi hal itu tak dikehendaki-Nya. Karena, Allah ingin menguji siapa yang terbaik amalnya dari setiap hamba-hambanya. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (QS. Yunus/10: 99). Bahkan dalam beragamapun telah ada ketetapan untuk tidak memaksakan agama kepada siapapun sebagaimana Allah SWT nyatakan, Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah/2: 256).
Bangsa Indonesia memiliki keberagaman, mencakup ragam etnis, bahasa, agama, budaya dan status sosial. Selain itu harus diakui bahwa Indonesia merupakan negara yang pluralistik dan memiliki dua modal penting untuk membentuk karakternya yang multikultural, yaitu demokrasi dan kearifan lokal sebagai nilai yang dipercaya dan dipahami dapat menjaga kerukunan antar umat beragama. Dengan keanekargaman budaya, suku, bahasa yang dimilikinya menunjukkan sebagai salah satu bangsa yang memiliki masyarakat multikultural.
Keanekaragaman menjadi rahmat tersendiri yang jika dikelola dengan baik, akan menjadi keunikan dan kekuatan. Dalam masyarakat multikultural, interaksi sesama manusia cukup tinggi intensitasnya, sehingga kemampuan sosial warga masyarakat dalam berinteraksi antar manusia perlu dimiliki oleh setiap masyarakat. Fakta dan data keragaman agama dan keyakinan di Indonesia menunjukkan bahwa keragaman agama ini merupakan mozaik yang memperkaya khazanah kehidupan keagamaan di Indonesia. Disinilah diperlukan keterlibatan seluruh warga masyarakat dalam mewujudkan kedamaian. Multikultralisme terkait dengan moderasi beragama, memiliki relevansi dengan ajaran Islam antara lain dalam toleransi, perdamaian dan keadilan. Pertama, toleransi. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Hujuraat: 13 yang menegaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia dengan bermacam-macam suku bangsa agar manusia saling mengenal. Bahwa adanya perbedaan tidak boleh menjadi ajang konflik, karenanya harus dihargai. Dengan saling mengenal maka jalan menuju kehidupan multikultural akan terbuka. Pada tataran konsep ini Islam yang moderat mengajarkan tentang perlunya saling menghormati dan saling menghargai sehingga tercipta kedamaian bukan saja antara sesama pemeluk agama Islam, tetapi juga dengan pemeluk agama lainnya selain Islam. Kedua, Perdamaian. Islam berasal berasal dari akar kata ‘al-salam’ yang berarti damai, selamat.
Islam mengajak umatnya untuk melakukan dan menyebarkan perdamaian di muka bumi. Dalam Q.S. Ali Imron: 31, al-Quran menekankan posisi Nabi Muhammad SAW kepada kita sebagai suri tauladan yang baik dan harus menjadi panutan dalam bersikap dan berbuat. Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan dalam melakukan dakwah dengan cara-cara yang damai. Kalaupun dalam sejarah kita dapatkan Rasulullah berperang, itu karena dalam rangka mempertahankan diri setelah diserang dan diperangi terlebih dahulu. Berangkat dari keyakinan tersebut, perdamaian merupakan salah satu ciri utama agama Islam yang mengajak ummatnya untuk selalu bersikap baik dalam berinteraksi dengan sesama. Ketiga, keadilan. Moderasi Islam dalam struktur masyarakat yang multikultural menekankan berlaku adil dalam memandang dan bersikap terhadap orang atau kelompok lain Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Maidah: 8 Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kamu mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Ayat ini mengajak kita ummat Islam untuk berlaku adil dan bersikap obyektif. Selanjutnya dalam Q.S. Al-Baqarah: 143, Allah juga berfirman yang artinya, “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu". Dari Abu Said Al-Khudri ra, Nabi saw menjelaskan makna ummatan wasathan dalam ayat ini adalah ‘keadilan’ (HR. Tirmidzi, Shahih). At-Thabari juga menjelaskan bahwa makna ‘wasathan’ bisa berarti posisi paling baik dan paling tinggi . At-Thabari mengutip Ibnu Abbas RA, Mujahid dan Atha saat menafsirkan al-Baqarah ayat 143 ini berkata: ummatan washathan’ adalah keadilan’ sehingga makna ayat ini adalah Allah menjadikan umat Islam sebagai umat yang paling adil Dengan demikian istilah ummatan wasathan yang disebutkan di dalam surah al-Baqarah ayat 143 adalah sangat tepat. Berbagai pemaknaan terhadap istilah ini oleh para mufassir, namun secara komprehensif dapat dijelaskan bahwa ummatan wasathan adalah umat yang bersikap, berpikiran, dan berperilaku moderat, adil, seimbang, dan proporsional, antara kepentingan material dan spiritual, akal dan wahyu, ketuhanan dan kemanusiaan, individu dan kelompok, masa lalu dan masa depan, realisme dan idealisme, dan antara orientasi duniawi dan ukhrawi. Wasathiyah adalah ajaran Islam yang mengarahkan umatnya agar adil, seimbang, bermaslahat dan proporsional, atau sering disebut dengan kata moderat dalam semua dimensi kehidupan.
Wasathiyah atau moderasi saat ini telah menjadi diskursus dan wacana keIslaman yang diyakini mampu membawa umat Islam lebih unggul dan lebih adil serta lebih relevan dalam berinteraksi dengan peradaban modern di era globalisasi saat ini. Wasathiyah Islam bukanlah ajaran baru atau ijtihad baru yang muncul di abad 20 masehi atau 14 hijriyah. Tapi wasathiyah Islam atau moderasi Islam telah ada seiring dengan turunnya wahyu dan munculnya Islam di muka bumi pada 14 abad yang lalu. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh umat Islam yang mampu memahami dan menjiwai Islam sesuai dengan orisinalitas nashnya dan sesuai dengan konsep dan pola hidup Nabi Muhammad saw, sahabat dan para ‘salafush shalih’. Sikap moderat dalam beragama berasal dari konsep ‘tawasuth‘, karena dalam segala aspek ajarannya Islam itu berkarakter moderat. Kita dianjurkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama atau bersikap ekstrim (ghuluw). Dan justru Allah memerintahkan bersikap tawazun’ (seimbang). Arah pemikiran Islam wasathiyah’ ini menjadi sesuatu yang dianggap baru dan fenomenal dalam narasi dan pemikiran Islam global, karena disegarkan kembali dan diperkenalkan kembali oleh seorang mujtahid abad 21, yaitu Doktor Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya Al-Khoshooish Al-Ammah Li Al-Islam. Beliau adalah seorang ulama besar dari Qatar kelahiran Mesir, alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Karya-karyanya baik dalam bentuk buku, makalah ilmiah, ceramah ataupun sepak terjangnya dalam gerakan dakwah Islamiyah di seluruh dunia, seluruhnya berlandaskan konsep Islam moderat atau wasathiyatul Islam, sehingga para ulama dunia dan masyarakat Islam internasional menerimanya dengan baik dan menjadikannya sebagai konsep pemikiran baru sebagai prinsip implementasi Islam yang rahmatam lilalamin (1983:141).
Moderasi beragama dalam pandangan Islam merupakan bagian dari konsep Islam yang syumul. Islam adalah ajaran yang syamil mutakamil (sempurna dan menyeluruh). Syumuliyatul Islam artinya kesempurnaan Islam. Ajaran Islam menyeluruh meliputi semua zaman, kehidupan, dan eksistensi manusia. Ia mengatur mulai urusan pribadi, keluarga, masyarakat, hingga urusan negara. Islam juga mengatur masalah sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, keamanan, pendidikan, bahkan masalah lingkungan. Islam adalah risalah untuk semua zaman dan generasi bukan risalah yang terbatas oleh masa atau masa tertentu di mana implementasinya berakhir dengan seiring berakhirnya zaman tadi. Tidak diragukan lagi bahwa Islam adalah risalah masa depan, namun demikian Islam juga adalah masa lalu. Islam adalah risalah setiap nabi yang diutus dari risalah atau misi setiap kitab suci yang diturunkan maka semua nabi diutus dengan membawa risalah menyerukan tauhid dan menjauhi kemungkaran. Maksud Islam sebagai agama yang syumul adalah Islam merupakan agama yang tidak terbatas oleh tempat dan ummat, tidak pula terbatas oleh bangsa maupun status sosial tertentu. Islam bukan risalah untuk kelas tertentu yang dalam aktivitasnya menunjukkan kelas-kelas yang lain untuk mengabdikan diri demi kemaslahatan golongan tertentu. Tetapi Islam hadir sebagai risalah untuk seluruh umat manusia. Islam adalah agama rahmatan lil alamin untuk seluruh umat manusia. Demikian juga konsep al-wasatiyah yang merupakan karakteristik dari ajaran Islam merupakan bagian dari lengkapnya konsep Islam yang syamil. Wasatiyah atau moderat adalah salah satu bagian di antara konsep-konsep Islam yang lain seperti ‘adalah atau keadilan, tawaazun atau keseimbangan, al-Musawa kesetaraan dan banyak konsep yang lainnya. Menelusuri ayat-ayat Al-Quran kita akan sampai pada kesimpulan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang sangat moderat, tidak berlebih-lebihan, dan juga tidak berkekurangan. Ia berada pada posisi tawazun, itidal, dan adalah (berkeseimbangan dan berkeadilan). (Dosen Pasca Sarjana UIN Raden Fatah)