Menanti Sosok Pemimpin yang Peduli Program Kependudukan
Jumat, 26 Okt 2018 07:00 | 2253
OPINI
Drs. Dani Saputra, M.Kes
Menanti Sosok Pemimpin yang Peduli Program Kependudukan
Oleh :
Drs. Dani Saputra, M.Kes*
Di Provinsi Sumatera Selatan, pada tahun 2018 akan berlangsung Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) untuk memperebutkan kursi Bupati/Walikota dan Gubernur. Beberapa Kabupaten/Kota yang akan melaksanakan Pemilukada pada tahun 2018 antara lain Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Lahat, Pagar Alam, Prabumulih, Palembang. Lubuk Linggau
Walaupun tahapan kampanye belum dimulai, namun kenyataan di lapangan beberapa bakal calon bupati/walikota dan gubernur telah mulai mensosialisasikan program-programnya melalui berbagai pertemuan dan media yang tersebar diberbagai pelosok, bahkan saat ini jika kita lihat dijalan raya hampir setiap bakal calon memanfaat mobil sebagai media transit untuk mensosialisasikan program yang akan diusung apabila terpilih menjadi pemimpin.
Apapun program yang diusung bakal calon kepala daerah, satu hal yang patut dicatat oleh pemimpin yang terpilih pada Pemilukada nantinya bahwa program pembangunan yang akan dilaksanakan harus memperhatikan masalah kependudukan. Hal ini perlu diingatkan karena baik buruknya output pembangunan sangat tergantung kepada proses kependudukan.
Kita harus menyadari bahwa hampir sebagian besar permasalahan yang terjadi dan timbul di masyarakat dikarenakan dalam melaksanakan program-program pembangunan kita telah mengabaikan masalah kependudukan, padahal kita semua setuju bahwa pembangunan yang kita laksanakan ditujukan untuk kepentingan penduduk.
Beberapa Parameter Kependudukan yang Harus Diperhatikan
Laju Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, Laju pertumbuhan penduduk (LPP) Sumatera Selatan mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari 1,28 % pertahun pada periode 1990-2000 menjadi 1,85 % pertahun pada periode 2000-2010. Jumlah penduduk Sumatera Selatan berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 mengalami kenaikan sebesar 1.239.594 yaitu dari 6.210.800 pada tahun 2000 menjadi 7.450.394. Ini berarti rata-rata pertambahan penduduk Sumatera Selatan per tahun sebanyak 123.959 penduduk. Bila kondisi ini tidak ditangani secara serius maka dalam kurun waktu 37 tahun lagi, penduduk Sumatera Selatan akan berlipat dua atau menjadi 14.900.788.
Kondisi ini patut menjadi perhatian kita bersama bila kita tidak ingin mengalami krisis seperti yang diperingatkan Prof. Dr. John Beddington “ Karena perubahan iklim dan ledakan penduduk, menjelang tahun 2030 akan terjadi kelangkaan pangan, air, dan energi yang luar biasa yang akan memicu kerusuhan sosial…”.
Pertumbuhan penduduk tidak saja berpengaruh terhadap kelangkaan pangan, air dan energi tetapi juga akan berpengaruh terhadap berbagai sendi kehidupan kita, seperti masalah samapah, kesesakan pemukiman, polusi udara, status lingkungan (bencana lingkungan, kemerosotan daya dukung lingkungan), pemanasan global,politik, pertahanan dan keamanan, dan lain-lain.
TFR (Total Fertility Rates)
Total Fertility Rate adalah rata-rata jumlah anak yang dimiliki oleh seorang wanita selama masa subur. Selama satu dasawarsa TFR Sumatera Selatan terus mengalami kenaikan. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 memperlihatkan TFR Sumatera Selatan masih cukup tinggi walaupun mengalami penurunan dari 2,8 pada SDKI 2012 menjadi 2,6 pada SDKI 2017. Kondisi TFR ini harus menjadi perhatian kita bersama, karena TFR merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh Bonus Demografi dalam upaya meraih Windows of Opportunity (TFR= 2,1) yaitu tersedianya kondisi ideal untuk :
Penurunan rasio beban ketergantungan memberi peluang peningkatan kesejahteraan meskipun bersifat jangka panjang (Wong Boon Soon, 2001).
Pengaruh transisi demografi dengan berkurang usia muda pendapatan/kesejahteraan meningkat (Mason,2001).
Pengendalian kelahiran dalam jangka panjang memberi peluang investasi untuk kesejahteraan keluarga dan masyarakat (John Ross. 2004).
Di samping TFR, satu hal yang perlu dicermati dari hasil SDKI adalah pandangan dan sikap wanita terhadap jumlah anak ideal.
CPR (CONTRACEPTIVE PREVALENCE RATES)
Salah satu upaya pengendalian penduduk yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat adalah melalui penggunaan kontrasepsi. Pasangan Usia subur yang menggunakan kontrasepsi modern di sumatera Selatan berdasarkan SDKI 2017 mengalami penurunan sekitar 4 persen dari 64 persen pada SDKI 2012 menjadi 60 persen pada SDKI 2017. Satu hal yang harus diperhatian dari pemakaian kontrasepsi di Sumatera Selatan adalah :
Pemakaian kontrasepsi masih didominasi oleh pemakaian kontrasepsi non MJP (Metode Jangka Panjang)
PUS yang menggunakan kontrasepsi di Sumatera Selatan berdasarkan hasil Mini Survey Peserta KB dodominasi oleh PUS yang berumur Tua ( antara 60 – 70 % PUS yang berumur 40-49 menggunakan kontrasepsi) , sedangka PUS yang berumur muda (di bawah 24 tahun) yang menggunakan kontrasepsi hanya kurang lebih 30 % padahal pada umur inilah daya reproduksi PUS masih tinggi.
Satu hal yang menjadi kekhawatiran dari kondisi ini adalah meningkatnya kehamilan, apalagi kalau PUS yang hamil kondisi ekonomi keluarganya kurang beruntung (miskin) adalah generasi 15 s.d 20 tahun yang akan datang. Hal ini perlu digaris bawahi, karena berdasarkan Teori penduduk Alami atau Fisiologis yang dikemukan oleh Doudleday mengasumsikan ”Kemakmuran akan menurunkan daya reproduksi manusia”. Artinya kalau pendapat ini kita balik dapat diartikan bahwa “Kemiskinan akan menaikan daya reproduksi manusia”. Berdasarkan data BPS Sumsel, pada tahun 2016 jumlah penduduk miskin 13,9 persen (Statistik Daerah Provinsi Sumatera Selatan 2017).
Saat ini kita dapat menyaksikan kenyataan di lapangan bahwa keluarga yang status sosial ekonominya tergolong rendah biasanya mempunyai kecenderungan untuk mempunyai banyak anak
Usia Kawin Pertama dan ASFR 15-19 TAHUN
Program Keluarga Berencana (KB) dan penundaan usia perkawinan pertama pada wanita merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan tingkat fertilitas di Sumatera Selatan karena berdampak memperpendek masa reproduksi mereka. Wanita yang kawin pada usia sangat muda mempunyai resiko cukup besar pada saat mengandung dan melahirkan yang berdampak terhadap keselamatan ibu maupun anak. Data menunjukkan, angka kematian bayi di Sumatera Selatan mengalami kenaikan dari 29/1000 pada SDKI 2012 menjadi 32/1000 pada SDKI 2017
Dengan memberi kesempatan kepada wanita untuk bersekolah lebih tinggi dapat membantu menunda usia perkawinan bagi seorang wanita, terutama di daerah pedesaan. Berdasarkan data dari BPS, perempuan di Sumatera Selatan yang kawin pada usia < 16 tahun masih cukup tinggi yaitu sekitar 13,43 persen (8,86 persen di perkotaan dan 16,68 persen dipedesaan), sedangkan yang kawin diusia 17-18 tahun sebanyak 21,19 persen. Artinya hamipr 40 persen perempuan di Sumatera Selatan melaksanakan perkawinan pertama pada masa yang beresiko tinggi (Statistik Kesejahteraan Rakyat Sumatera Selatan 2017).
Tingginya persentase wanita yang kawin pada usia muda jelas akan mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan jika program KB tidak berjalan dengan baik. Semakin muda usia perkawinan seorang wanita semakin panjang usia untuk dapat melahirkan anak, sehingga jika pengaturan kelahiran tidak dilakukan, jumlah anak yang dilahirkan menjadi lebih banyak.
Keterkaitan Penduduk dan Pembangunan
Secara garis besar proses kependudukan terdiri dari 3 (tiga) faktor utama, yaitu fertilitas atau kelahiran, mortalitas atau kematian dan migrasi. Baik buruknya proses kependudukan yang terjadi akan mempengaruhi out come kependudukan yaitu jumlah penduduk, struktur umur penduduk dan persebaran penduduk. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 penduduk Sumsel berjumlah 7,45 juta. Dari sisi struktur umur penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian, berdasarkan SP 2010 kita menghadapi triple burden kependudukan yaitu anak dan balita, remaja serta lansia. Sedangkan dari sisi persebaran penduduk yang dipengaruhi migrasi, persebaran penduduk Sumse lebih terkonsentrasi di Palembang (19,53 %) padahal luas Palembang hanya 0,41 % dari luas Sumatera Selatan.
Out come kependudukan sebagai pengaruh dari proses kependudukan akan mempengaruhi proses pembangunan. Jumlah penduduk, struktur umur penduduk dan persebaran penduduk akan berpengaruh pada konsumsi dan pelayanan dasar penduduk, (seperti pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan), investasi, pemanfaatan sumber daya manusia, pemanfaatan modal fisik, pemanfaatan sumber daya lingkungan, pengeluaran publik dan lain sebagainya. Proses pembangunan yang terjadi pada gilirannya akan mempengaruhi out come pembangunan, seperti distribusi pendapatan, tenaga kerja, status pendidikan, status kesehatan/gizi, kualitas lingkungan, dan lainnya. Hasil atau out come pembangunan yang dilakukan akan mempengaruhi pada proses kependudukan dan demikian seterusnya. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa bagus tidaknya out come pembangunan sangat ditentukan oleh proses kependudukan yang meliputi Kelahiran, kematian dan migrasi.
Apa yang Perlu Dilakukan oleh Pemimpin Terpilih
Siapapun nanti yang terpilih menjadi pemimpin Sumatera Selatan (gubernur) ataupun Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota) berdasarkan pilihan rakyat, pemimpin terpilih dalam melaksanakan program-program pembangunan harus memperhatikan aspek penduduk, dalam artian pelaksanaan Pembangunan harus population Responsif, artinya pembangunan yang disesuaikan dengan kondisi penduduk, seperti struktur umur penduduk.
Beberapa contoh pembangunan yang population responsif :
Jumlah Penduduk usia kerja -Besar
Program : Menyediakan lapangan kerja
Program Aksi : - Menarik investasi asing
- Meningkatkan eksport
- Menjaga daya beli masyarakat
- Optimalisasi belanja pemerintah
- Meningkatkan produksi
Jumlah Usia kerja sangat besar -demografi
Program : Mengantisipasi Windows of Opportunity
Program Aksi : - Meningkatkan kualitas SDM : pendidikan
- Meningkatkan lapangan kerja
- Pemberdayaan perempuan : memasuki pasar kerja
*Penulis adalah tenaga ahli BKKBN Provinsi Sumatera Selatan.