GEJOLAK harga kebutuhan pokok saat ini menjadi isu yang sensitf yang bisa membuat masyarakat resah, di mana hal ini menambah penderitaan setelah dampak pandemi covid-19 yang masih menghimpit perekonomian. Kelangkaan minyak goreng dengan harga yang melambung tinggi semakin menyempurnakan keluh kesah masyarakat diberbagai daerah, bahkan untuk dapat membeli minyak goreng tersebut mereka rela mengantri.
Sungguh, hal ini membuat kita sedih dan prihatin, karena nyaris sepanjang Januari 2022 hingga pekan ketiga Februari 2022, kelangkaan serta naiknya harga minyak goreng, memberi dampak yang meresahkan untuk semua rumah tangga. Apalagi mereka sebagai pelaku UKM dan UMKM yang menjadikan minyak goreng sebagai bahan baku utama untuk membuat produknya merasa dirugikan dengan keadaan ini. Bila kita telusuri lebih lanjut ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng yaitu :
Lonjakan Harga Minyak Nabati Dunia
Kenaikan harga minyak goreng saat ini dipengaruhi oleh harga Crude Palm Oil (CPO) dunia yang naik menjadi US$ 1.340/MT. Kenaikan harga CPO ini menyebabkan harga minyak goreng ikut naik cukup signifikan. Namun selain CPO ada juga faktor lain yakni kenaikan harga minyak nabati dunia. Penyebab kenaikan harga karena gangguan cuaca yang menekan tingkat produksi minyak nabati dunia. Secara total, produksi minyak nabati dunia anjlok 3,5% di tahun 2021. Padahal, setelah lockdown mulai dilonggarkan, permintaan meningkat. Jadi, short supply picu kenaikan harga. Produksi minyak nabati dunia tahun 2022 diprediksi tidak akan berbeda dibandingkan tahun 2021. Sementara permintaan dunia diprediksi naik jadi 240,4 juta ton dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 240,1 juta ton.
Permintaan Biodiesel untuk Program B30
Pemerintah memiliki program B30 yakni mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis Solar. Tujuan program ini ialah agar semakin mengurangi laju impor BBM sehingga meningkatkan devisa negara. Namun, saat ini kondisinya sedang tidak ideal, di mana produksi CPO sedang menurun. Di sisi lain kebutuhan pangan akan minyak goreng tetap tinggi. Ada usulan dari pengusaha agar mandatori B30 atau kewajiban pencampuran minyak sawit sebanyak 30% pada solar kembali dikurangi. Dengan kata lain kebijakan mandatori B30 turut menjadi sasaran terhadap lonjakan harga minyak goreng di Tanah Air.
Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama harga minyak goreng terus merangkak naik Pasalnya akibat Covid-19 produksi CPO ikut menurun drastis, selain itu arus logistik juga ikut terganggu. Akibat terganggunya logistik, harga minyak goreng juga mengalami kenaikan cukup tajam. Adapun kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,06 juta ton per tahun, sedangkan produksinya bisa mencapai 8,02 juta ton. Meskipun Indonesia adalah produsen crude palm oil (CPO) terbesar, namun kondisi di lapangan menunjukkan sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO. Dengan entitas bisnis yang berbeda, tentunya para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri, yaitu harga lelang KPBN Dumai yang juga terkorelasi dengan harga pasar internasional. Akibatnya, apabila terjadi kenaikan harga CPO internasional, maka hargaCPO di dalam negeri juga turut menyesuaikan harga internasional.
Menyikapi persoalan kelangkaan minyak goreng dan tingginya harga minyak goreng tersebut saat ini sedikit demi sedikit sudah di atasi oleh pemerintah. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit telah dikeluarkan pemerintah imbas dari harga minyak goreng yang tak kunjung turun dari kisaran harga Rp 20.000 per liter selama 4 bulan terakhir.
Kebijakan pemerintah ini mulai berlaku dari tanggal 1 februari 2022. Dalam Pasal 3 dituliskan bahwa pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp14 ribu per liter. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No 6 tahun 2022 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit, para pengecer atau penjual yang melanggar ketentuan harga minyak goreng seperti yang diatur di Permendag tersebut akan dikenakan sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis diberikan maksimal 2 kali dengan tenggang waktu paling lama 14 hari.
Dan bila Pengecer yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebanyak 2 kali dan tetap tidak melakukan perbaikan dikenai sanksi administratif berupa penghentian kegiatan sementara hingga pencabutan izin usaha. Selaku masyarakat kita sangat berharap pemerintah bisa lebih maksimal dalam hal pengawasan dan penanggulangan kelangkaan bahan pokok ini.
Ada baiknya kegiatan pelaksanaan Inspeksi mendadak (sidak) dan sekaligus dilaksanakan juga operasi pasar dapat sering dan terus dilakukan di mana-mana, karena seperti kita ketahui kejadian di lapangan pasca-penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14.000 per liter minyak goreng, masyarakat justru sulit mendapatkan bahan kebutuhan pokok tersebut. Ada indikasi oknum spekulan yang memborong dan menimbun minyak goreng agar dapat menjual kembali dengan harga lebih tinggi. Bila hal ini terjadi maka akan semakin memperburuk keadaan dan memperpanjang penderitaan masyarakat.
Apabila aksi penimbunan itu terjadi dapat dipastikan para oknum spekulan itu akan berhadapan dengan hukum, ketika minyak goreng langka maka hukum pun melangkah. Masyarakat tidak perlu khawatir bila hal itu akan terjadi, pemerintah telah menyiapkan payung hukum bagi para pelaku tersebut melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 107 Tentang Perdagangan, yang menyatakan pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok pada saat terjadi kelangkaan barang dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar.
Disini kita juga berharap masyarakat tidak perlu panik berbelanja bahan pokok khususnya minyak goreng, pemerintah melalui dinas terkait akan segera menormalkan harga, dan memastikan kesediaan minyak goreng segera merata lagi di semua pengecer atau pedagang. Seandainya bila masyarakat merasakan dan terbukti pemerintah lambat atau tidak bertindak mengatasi kelangkaan minyak gorang dan mahalnya minyak goreng, maka masyarakat dapat mengajukan gugatan hukum. Untuk gugatan masyarakat tentu dapat menggugat Pemda dengan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). (Nur Intan Akuntari, S.H., M.H adalah Pemerhati Masalah Hukum dan Dosen Universitas Bina Darma Palembang)