AJI Yogyakarta Ingatkan Jurnalis dan Media Wajib Lindungi Anak Penyintas Kekerasan Seksual
Selasa, 9 Jan 2024 21:05 | 289
Foto(ist): AJI Yogyakarta
Lentera-PENDIDIKAN.com,YOGYAKARTA – Beberapa hari terakhir, publik dihebohkan oleh pemberitaan kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa beberapa siswa sekolah dasar (SD) swasta di Kota Yogyakarta. Dugaan kasus kekerasan seksual tersebut, dilakukan oleh seorang guru berinisal NB (22).
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta mengingatkan jurnalis dan media massa untuk memegang teguh Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak dalam memberitakan kasus tersebut. Koordinator Divisi Advokasi, Gender dan Kelompok Minoritas AJI Yogyakarta, Nur Hidayah Perwitasari mengatakan, jurnalis memiliki peran dan tanggungjawab untuk melindungi martabat anak.
“Maka dalam meliput dan mempublikasikan kasus yang melibatkan anak, perlu mengedepankan aspek kehati-hatian. Seringkali kami menemukan, sebagian jurnalis maupun media terjebak dalam berita yang mengandung unsur sensasionalisme,” katanya, Selasa (9/1/2024).
Dikatakannya, hal itu berpotensi mengakibatkan dampak buruk yang berkepanjangan bagi anak penyintas.
“Maka dari itu, jurnalis harus paham bagaimana mengemas pemberitaan isu sensitif. Tentu saja, agar tidak mengorbankan hak mereka,” kata Wita—sapaan akrabnya.
Lebih lanjut, Wita mengingatkan tentang Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Pada Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik berbunyi; wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan anak yang menjadi pelaku kejahatan,” katanya.
Sedangkan sesuai Pedoman Pemberitaan Ramah Anak: Wartawan harus merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak, khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.
“Nama, foto, gambar, nama saudara, orang tua, paman, bibi, kakek, nenek, merupakan identitas yang wajib dilindungi,” katanya.
Termasuk informasi tentang rumah, sekolah, alamat desa, perkumpulan dan apa pun yang menunjukkan ciri anak itu juga harus dihindari.
Jurnalis juga harus menghindari penyebutan informasi yang memudahkan orang untuk melacak anak tersebut.
“Berlaku baik untuk anak korban pelecehan seksual, pelaku kekerasan fisik dan seksual, hingga anak positif HIV,” imbuhnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Yogyakarta Sylvi Dewajani meminta masyarakat untuk tenang, karena kasus ini sedang ditangani oleh pihak kepolisian.
“Jumlah korban belum bisa ditetapkan, tapi kemungkinan jauh lebih sedikit dari angka yang disebutkan,” katanya.
Dia juga mengimbau agar media memegang Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Pemberitaan terkait kasus kekerasan seksual. “Salah satunya tidak menyebut identitas korban. Selain itu juga mengacu UU Perlindungan Anak dengan tidak mewawancarai pihak sekolah demi kepentingan terbaik semua anak,” katanya. (RILIS)