Lentera-PENDIDIKAN.com, MUARA ENIM-Sebut saja Garma bocah 9 tahun asal Desa Midar, Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim. Korban terpaksa menderita akibat diduga menjadi korban.malpraktik medik oknum dokter bedah senior pada rumah sakit Pertamina Prabumulih.
Hal tersebut diungkapkan praktisi hukum perwakilan Indonesia Police Watch (IPW) Ricky MZ SH CPL didampingi tim hukum RA & Partners bersama Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani SE MM ketika mengunjungi korban dirumahnya di Desa Midar, Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim.
Menurut Ricky, Minggu (20/8/2023), awalnya kasus Garma terjadi sekitar bulan desember tahun 2022 yang dilakukan oleh dokter bedah RS. Pertamina Prabumulih. Ketika itu Garma bocah 9 tahun didiagnosa "kolik abdomen". Pada bulan yang sama akhirnya masuk ruang operasi, bedah perut operasi 1 dan operasi ke 2. Kemudian bulan Januari 2023, Garma dirujuk balik alias dipulangkan oleh pihak rumah sakit. Hingga akhir bulan Juni 2023, Garma kembali melakukan operasi untuk ketiga kalinya di RSUP Dr. M. Hoesin Palembang selama 23 hari masa perawatan dan operasi untuk perbaikan usus pasca operasi 1 dan 2.
"Saya akan fokus advokasi kasus Garma sampai ke meja hijau, bilamana nantinya investigasi mengarah pada tindak pidana maka tidak menutup kemungkinan berujung LP ke Kantor Polisi dan Gugatan ke Pengadilan. Kendati beberapa waktu lalu telah disampaikan somasi kepada direktur RS Pertamina Prabumulih dr. Ramadhi Teguh Basuki, Sp.FK," tegasnya.
Saat ini, lanjut Ricki, tim hukum masih menunggu hasil aduan ke Majelis Kode Etik Kedokteran (MKDI), bukan tanpa sebab yang kami adukan mengenai dugaan kelalaian/kesalahan medis atas diagnosa awal pasien dan pada operasi 1 dan operasi yang ke-2 hal mana dugaan telah terjadi “kegagalan dalam proses operasi”. Sekaligus meminta MKDI untuk melakukan checking diagnosa serta rekomendasi dari oknum dokter bersangkutan pasca operasi, termasuk untuk membuka hasil resume penanganan atau perawatan pasien. Kami temukan pasien pasca operasi diantaranya area luar perut membusuk, keluar cairan. Usus menjadi tempat keluarnya kotoran besar. Kondisi pasien saat ini mengalami cacat fisik pada area perut bagian luar, punggung hingga kaki. Terdapat tarikan otot bagian punggung. Perubahan psikis, trauma berobat ke dokter dan rumah sakit. Selain itu Garma juga terancam putus sekolah sebab pada saat pembagian raport ia dinyatakan tidak naik kelas.
Masih dikatakan Ricki, banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya kelalaian atau kesalahan medik dari profesional dokter. Pertama, kelalaian ataupun kesalahan dapat saja terjadi karena kurangnya kehati-hatian, hal mana terkadang tidaklah dikendaki oleh profesional dokter bersangkutan. Kedua, dapat pula sebab kurangnya ilmu, pengetahuan, serta keterampilan yang dimiliki, atau masih minimnya pengalaman alias jam terbang dari profesional dokter itu sendiri. Lebih-lebih dalam hal penanganan yang sifatnya spesifik, sebut saja dalam hal bedah organ dalam tubuh manusia. Dalam kasus Garma bocah 9 tahun ini dapat saja dilakukan deteksi dari hasil diagnosa awal, apakah hasil dan tujuan akhirnya mengarah pada suatu penanganan tertentu yang kemudian diambil keputusan untuk dilaksanakannya operasi. Selain itu mengenai peralatan di ruang operasi pada rumah sakit yang telah cukup memadai untuk pelaksanaan operasi atau belum, dan lain sebagainya. Ini satu hal diantara yang harus menjadi pertimbangan profesional dokter maupun pihak rumah sakit untuk melaksanakan suatu tindakan medis. Keselamatan dan kesehatan pasien haruslah menjadi pijakan sebelum melaksanakan tindakan operasi. Lebih-lebih dalam konteks penanganan pada suatu operasi organ tubuh bagian dalam seseorang.
Kemudian menurut ayah korban bernama Gimat menceritakan awal anaknya terjatuh dari kamar mandi, lalu terkena benturan sudut beton bak mandi, yang berakibat memar pada bagian luar perut. Garma kami bawa ke RS Pertamina Prabumulih.
“Nah dak tau selang berapo minggu uji dokter nak di operasi, yo dok kami melok be demi pulihnyo anak ini”, kenangnya.
Selesai operasi beberapo hari kemudian, anaknya dipulangkan ke rumah. Namun tidak lama kemudian anaknya mengaku sakit perut kembali samapi-sampai keluar kotoran (BAB) sehingga sampai membuat berserakan keluar melalui usus di perut. Akibatnya, anaknya menjadi takut makan sebab khawatir BAB lagi dan keluar dari usus kembali.
Masih di tempat yang sama anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani SE MM menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya dalam kasus Garma Pemerintah Daerah harusnya punya tanggung jawab moral sedari awal kasus ini muncul. Sudah tahu ada kondisi seperti ini harusnya merekomendasi merujuk Garma ke rumah sakit yang baik, rumah sakit yang punya alat cukup dan lain sebagainya, sehingga kondisi fisik dan psikisnya tidak seperti sekarang ini. Hal seperti ini sangat disayangkan dan tidak boleh terjadi lagi.
"Saya akan menyampaikan persoalan ini kepada Menteri Kesehatan," janji Irma didepan keluarga korban.
Sementara itu ketika dikonfirmasi ke Humas RS Pertamina Prabumulih, Fitra Hardiansyah, mengatakan bahwa terkait berita tersebut sudah saya kirim rilis ke mas dobi bagian bisnis.
"Mas Ardani, terkait berita tersebut sudah saya kirim rilis ke mas dobi bagian bisnis," jawabnya singkat via WA.