Foto(Pahlawan): Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah SKp SH Mkep.
Lentera-PENDIDIKAN.com MUARAENIM-Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah meminta, agar instansi dan Pemerintah Daerah tidak lagi merekrut tenaga Perawat jika hanya dijadikan sebagai tenaga honor atau Tenaga Sukarelawan (TKS).
"Mereka (perusahan/pemerintah daerah) harus jujur, jika butuh tenaganya, gajinya harus sesuai UMR, jika tidak butuh jangan menerima. Mereka tenaga profesional," ujar Harif, Minggu (17/9/2017) dalam kegiatan silaturahmi dengan pengurus PPNI Kabupaten Muaraenim.
Menurut Harif didampingi Sekretaris DPP PPNI DR Mustikasari SKp MARS menegaskan, bahwa saat ini banyak tenaga honor dan sukarelawan yang berkerja di instansi (perusahaan) dan pemerintah miskin. Padahal, menjadi perawat bukanlah hal yang mudah, selain harus sekolah perawat, juga harus lulus STR, izin dan lain-lain. Dia menegaskan, Pemerintah sebaiknya tidak menjadikan masalah baru, lantaran menerima tenaga honorer. Dan jika membutuhkan tenaga perawat, harus ada perjanjian kotrak kerja dengan gaji minimal UMR atau sama dengan tenaga kesehatan lainnya.
"Sebagian orang masih menganggap tenaga Perawat sebelah mata, padahal hampir disetiap lini tenaga perawat yang paling banyak dibutuhkan," ujarnya.
Dikatakan Harif, kedepan para tenaga medis harus bergerak sama-sama untuk melakukan advokasi ke instansi terkait meminta keadilan dan mendorong perawat berani untuk buka praktek sendiri, dengan mengambil SIPP (Surat Izin Praktek Perawat).
“ Misalnya sebagai tenaga profesional perawat panti jompo, pasien, anak tumbuh kembang, hipnoterifi, akupuntur, dan sebagainya. “Ini lebih manusiawi daripada menjadi tenaga honor atau TKS dengan gaji asal-asalan. Padahal bekerja sebagai tenaga kerja diluar negeri banyak peluangnya tetapi kurang peminatnya,” jelas dia.