Foto(Admin): Kepala Departemen Keorganisasian dan Kaderisasi SHI Mukri Friatna, bersama Kepala Departemen Kaderisasi dan Organisasi SHI sumsel Rian Syahputra, saat memberikan keterangan pers, Senin (23/10/2017).
Lentera-PENDIDIKAN.com PALEMBANG-Sarekat Hijau Indonesia dan Spora Institute menduga, ada pembelokan reformasi agraria dibalik Penandatanganan Nota Kesepahaman, pembentukan sekretariat bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial oleh Kemenko Perekonomian, yang menunjuk WWF sebagai project management office (PMO).
Hal itu dikatakan Kepala Departemen Keorganisasian dan Kaderisasi Pimpinan Pusat Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Mukri Friatna kepada wartawan, senin (23/10/2017). Menurutnya, ada upaya pembelokan agenda reforma agraria dalam kendali Kemenko Perekonomian.
"Urusan agraria yang fokus utamanya adalah tanah bukan persoalan yang sederhana seperti pembagian sertifikat, itu hanya bagian kecilnya saja. Urusan agraria ini sangat terstruktur, bisa mengatasi konfliknya saja sebagaimana terjadi di Mesuji Sumsel dan Lampung pada 2011 lampau, itu sudah sangat baik," kata Mukri.
Mukri menjelaskan, bahwa objek tanah dan hutan yang akan menjadi perhatian pekerjaan seluas 21,7 juta ha yang terdiri dari 9 juta tanah objek reforma agraria dan 12,7 juta diperuntukan bagi perhutanan sosial. "Untuk perhutanan sosial saja dalam lima tahun baru terpenuhi 1,3 juta ha, padahal prosesnya sederhana. Lalu bagaimana dengan pelaksanaan reforma agria yang merupakan pekerjaan berat," terangnya.
Secara organisasi, lanjutnya, SHI berharap urusan reforma agrarian dan perhutanan sosial (RAPS) disubkontrakan pada pihak ketiga. Sebab Negara harus berperan sebagaimana semangat nawa cita yang diusung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kala.
"Kami tidak menghendaki ada egenda untuk meminggirkan rakyat yang sejatinya sebagai penerima tanah beralih kepada pemilik modal dan korporasi besar. Hal Ini sangat berbaya bagi keberlangusngan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dan meminta Presiden mengevaluasi bahkan mengganti Menteri Koordinator Perekonomian jika diketahui memiliki rencana jahat untuk membelokan agenda reforma agraria," paparnya.
Hal senada diungkapkan, Kepala Departemen Kaderisasi dan Organisasi SHI sumsel Rian Syahputra. Menurut dia, sangat tidak tepat jika pemerintah menunjuk WWF. Sebab, WWF lebih khusus mengurusi ekosistem dan hewan.
"Public pun mengetahui bahwa WWF memiliki kerjasama dengan perusahaan besar yang terlibat dalam penghancuran hutan di Indonesia, dan WWF merupakan lembaga internasional," sesalnya.