Ternyata, Tidak Ada Nomenklatur Biaya Pembayaran Sewa Yayasan UBD Pada Pihak Ketiga
Kamis, 8 Jun 2023 12:20 | 1424
Sidang Lanjutan UBD
Foto(Ist): Gedung kampus Universitas Bina Darma Palembang
Lentera-PENDIDIKAN.com,PALEMBANG, Sidang lanjutan perkara perdata antara Yayasan Bina Darma Palembang dan para penggugat kembali berlangsung pada Selasa (6/6/2023) di Pengadilan Negeri Klas 1A Palembang.
Tim AHN Lawyer, Fajri Yusuf Herman, SH., MH mengungkapkan, dalam persidangan yang menghadirkan saksi Setiyadi Listyatmodjo Adi terungkap, bahwa tidak ada akun / Nomenklatur biaya untuk pembyaran biaya sewa dari Yayasan kepada pihak ketiga, termasuk kepada Suheriyatmono dan Riva Ariani yang mengaku sebagai pemilik tanah dan bangunan yayasan yang kini berdiri Universitas Bina Darma.
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dari Alm. Bochari Rachman (Tergugat III, IV, V, dan VI) tersebut menghadirkan saksi Setiyadi Listyatmodjo Adi yang dahulunya pernah bertindak sebagai tim Auditor Laporan Keuangan Yayasan Bina Darma Palembang (selanjutnya disebut "Yayasan") periode 2018-2020. Dari beberapa fakta hukum yang mengemuka dan menjadi fakta persidangan, hal terpenting yang menjadi diskursus pada saat itu adalah bahwa Saksi menegaskan jika didalam pemeriksaan Laporan Keuangan Yayasan termasuk bukti pendukungnya yang dituangkan Saksi dalam Laporan Auditor Independen.
Dan tidak ada sama sekali akun/ nomenklatur biaya untuk pembayaran biaya sewa dari Yayasan kepada pihak ketiga termasuk kepada Sdr. Suheriyatmono dan Sdr. Rifa Ariani yang mengaku-ngaku sebagai pemilik Tanah dan Bangunan Yayasan yang saat ini berdiri Universitas Bina Darma, karena memang secara faktual tidak pernah ada perjanjian sewa menyewa tanah dan bangunan yang ditandatangani oleh dan antara Yayasan dengan Sdr. Suheriyatmono dan Sdri. Rifa Ariani.
Terkait pernyataan tersebut, Kuasa Hukum Tergugat I, II, X, XI, XII sempat menyatakan di persidangan bahwa pada saat melakukan pemeriksaan terhadap Bukti P-106 s/d P-108 (Bukti Laporan Auditor Independen Tahun 2018-2020) di depan Majelis Hakim, Kuasa Hukum Tergugat I, II, X, XI, XII merasa melihat bahwa terdapat akun/ nomenklatur biaya untuk pembayaran sewa tanah dan bangunan, sehingga atas hal tersebut Kuasa Hukum Penggugat dan Kuasa Hukum Tergugat III, IV, V, dan VI meminta kepada Majelis Hakim untuk menunjukan kembali Bukti P-106 s/d P-108 (Bukti Laporan Auditor Independen Tahun 2018-2020) agar pernyataan Kuasa Hukum Tergugat I, II, X, XI, XII tersebut tidak menjadi liar dan menjadi fakta persidangan yang menyesatkan.
Bahwa setelah Bukti P-106 s/d P-108 (Bukti Laporan Auditor Independen Tahun 2018-2020) ditunjukan dan diperiksa kembali oleh Kuasa Hukum Tergugat I, II, X, XI, XII, ternyata memang tidak ada akun/ nomenklatur biaya untuk pembayaran sewa tanah dan bangunan kepada pihak ketiga terlebih kepada Sdr. Suheriyatmono dan Sdr. Rifa Ariani, sehingga Kuasa Hukum Tergugat I, II, X, XI, XII mencabut pernyataan tersebut dihadapan Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa Perkara Gugatan tersebut, dimana hal tersebut termasuk kedalam klasifikasi bukti Pengakuan yang dilakukan dihadapan Hakim yang menjadi suatu bukti yang lengkap dan sempurna terkait tidak adanya biaya sewa yang dibayarkan oleh Yayasan Bina Darma Palembang kepada Sdr. Suheriyatmono dan Sdr. Rifa Ariani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1925 KUHPerdata Jo. Pasal 311 RBg.
Berdasarkan fakta persidangan tersebut, maka terang dan jelas kiranya jika dalil Kuasa Hukum Tergugat I, II, X, XI, XII baik dalam Jawaban dan Duplik sepanjang mengenai sewa tanah yang dilakukan Yayasan kepada Tergugat I dan II (Sdr. Suheriyatmono dan Sdri. Rifa Ariani) kehilangan nilai pembuktianya, karena memang tidak ada Perjanjian Sewa Menyewa antara Yayasan dengan Tergugat I dan II (Sdr. Suheriyatmono dan Sdri. Rifa Ariani) dan tidak ada pengeluaran Yayasan kepada Tergugat I dan II (Sdr. Suheriyatmono dan Sdri. Rifa Ariani) untuk pembayaran sewa atas tanah dan bangunan yang secara faktual dibeli menggunakan uang Yayasan.
“Hal terpenting lain yang mengemuka di persidangan adalah bahwa menurut Saksi tidak ada ketentuan yang menegaskan/ mengharuskan dipisahkannya antara Laporan Keuangan Yayasan dengan Laporan Keuangan Unit Usaha/ Badan Pelaksana, kecuali ada permintaan tersendiri dari pihak ketiga,” kata Fajri Yusuf Herman.
Dia menjelaskan, dalam hal pihak ketiga memberikan hibah kepada Yayasan dan meminta dilakukannya pemisahan Laporan Keuangan penggunaan dana hibah dengan Laporan Keuangan Yayasan.
Dalam praktiknya, tambah dia, Saksi ketika melakukan audit terhadap Yayasan yang memiliki unit usaha/ badan pelaksana selain Yayasan Bina Darma Palembang, juga tidak pernah melihat adanya pemisahan antara Laporan Keuangan Yayasan dengan Laporan Keuangan Unit Usaha/ Badan Pelaksana, karena pada prinsipnya yang Saksi Audit adalah Laporan Keuangan Badan Hukum, sedangkan unit usaha/ badan pelaksana tidak berbadan hukum. (Rilis/ https://www.binadarma.ac.id)