Lentera-PENDIDIKAN.com,PALEMBANG - Anggota Departemen Hukum dan Advokasi Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), DR Nuruddin Lazuardi mengungkapkan, Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers tidak melindungi delik pidana.
"Produk jurnalistik yang dihasilkan wartawan dan diterbitkan perusahaan pers dilindungi Undang-Undang Pers, tetapi personal atau perusahaan yang tersangkut pidana tentunya tidak," kata dia saat menjadi narasumber pada Diskusi Publik "UU-Pers VS UU-ITE, Mengadili Pelanggaran Pers, yang diselenggarakan AMSI Sumsel bekerja sama dengan Yayasan Bantuan Hukum Sumatera Selatan Berkeadilan (YLBH SSB), Senin (14/11/2022) di hotel Swarna Dwipa Palembang.
Dia menjelaskan, setiap produk jurnalistik yang diterbitkan perusahaan pers, harus memenuhi ketentuan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sebagai landasannya. Karena itu, Nuruddin mengingatkan, agar pers tidak takut dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Selama membuat produk jurnalistik yang sesuai KEJ dan tidak berniat buruk maka, wartawan aman dari jeratan UU ITE," kata dia lagi.
Sementara Kanit Subdit Cyber Polda Sumatera Selatan, Ipda Yudi Cahyadi mengungkapkan selama tahun 2022 , pihaknya tidak menerima pengaduan terkait dengan sengketa pers.
"Kalaupun ada laporan, kami tentunya akan langsung berkoordinasi dengan Dewan Pers," kata dia.
Dia menjelaskan, Kepolisian dan Dewan Pers sudah melaksanakan MoU terkait delik pers yang mungkin terjadi.
"Jadi kalau ada laporan terkait produk jurnalistik, karena memang domainnya Dewan Pers yang segera kami komunikasikan," ujar dia.
Dia menambahkan sejauh ini, implementasi UU Pers dan UU ITE cenderung belum optimal.
"Baik di kalangan aparat penegak hukum, maupun wartawan tidak memahami sehingga kalaupun ada laporan tentunya butuh penyelidikan dan pengumpulan data serta gelar perkara yang komprehensif," tegas dia.
Sementara Rektor Universitas IBA, Tarech Rasyid mengungkapkan UU Pers hakikatnya berbasis hak Hak Asasi Manusia (HAM). Dimana undang-undang yang diterbitkan pascareformasi menyajikan regulasi yang berkaitan dengan kebebasan pers. Undang-undang tersebut juga mengatur prinsip, ketentuan dan hak-hak penyelenggara pers di Indonesia.
"Regulasi ini, juga menjadi bagian dari hak dalam memublikasikan produk jurnalistik tanpa sensor apalagi pembredelan, yang juga mengatur kemerdekaan media dan wartawan dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalistik," kata dia.
Diskusi publik itu juga menampilkan pembicara jurnalis senior, Aina Rumiyati Aziz, Ketua Bidang PKP Kominfo Sumsel, Imansyah, dan dihadiri Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Supriyadi. Acara itu sendiri dibuka secara resmi oleh Gubernur Sumsel Herman Deru, diwakili Kepala Biro Hukum Pemprov Sumsel, Syahrul.
Program diskusi publik ini terselenggara di bantu oleh Pemprov Sumsel, Bank Sumsel-Babel, PTBA, dan Polda Sumatera Selatan. (Rilis)