Lentera-PENDIDIKAN.com,MUARA ENIM-Ada rencana anggota DPRD Kabupaten Muara Enim yang akan melakukan proses pengisian jabatan Wakil Bupati Muara Enim yang diusulkan oleh tiga partai politik (Parpol) pengusung pemenang Pilkada Kabupaten Muara Enim tahun 2018, mulai mendapat sorotan dari praktisi hukum di Muara Enim dan meminta agar DPRD Kabupaten Muara Enim berhati-hati. Sebab disisa masa jabatan tinggal 11 bulan lagi secara otomatis sepertinya tidak dapat lagi dilakukan pemilihan di DPRD.
“Kekosongan posisi Wakil Bupati yang sebelumnya ditinggalkan H Juarsah SH karena menjabat sebagai Bupati Muara Enim menggantikan Ahmad Yani. Hingga kini belum diisi, walaupun kemudian H Juarsah SH juga ditangkap KPK dan saat ini masih berstatus terdakwa karena proses hukumnya masih berlangsung dalam tingkat kasasi di Mahkamah Agung,” ucap Dr Firmansyah SH MH, Senin (11/7/2022).
Menurut Firmansyah, bahwa beberapa waktu yang lalu, ada tiga partai politik pengusung yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), telah merekomendasikan dua nama calon Wakil Bupati Muara Enim melalui suratnya yang ditujukan kepada Pj Bupati Muara Enim dan diterima oleh Pj Sekda Muara Enim untuk diteruskan ke DPRD untuk melakukan proses pemilihan langsung melalui DPRD Kabupaten Muara Enim. Adapun kedua nama yang diusung yaitu Ahmad Usmarwi Kaffah dan Muhammad Yuddistira Syahputra.
Hingga tahun 2022, lanjut Firmasnyah, setidaknya sudah dua tahun lebih penyelesaian pengisian kekosongan jabatan wakil bupati Muara Enim namun belum juga terlaksana. Padahal ketentuan di dalam perundang-undangan sudah mengatur secara rigid (konstitusi) bagaimana mekanisme mengisi kekosongan jabatan tersebut. Dari perspektif hukum tata negara, pengisian jabatan negara merupakan salah satu unsur penting. Tanpa segera diisi dengan pejabat (ambtsrager), fungsi-fungsi jabatan negara tidak mungkin dijalankan sebagaimana mestinya. Kekosongan jabatan yang terlalu lama, selain mengundang pertanyaan bagi masyarakat, juga berdampak terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah dan merugikan bagi Kabupaten Muara Enim. Di samping itu, berlarut-larutnya pengisian jabatan tersebut memiliki konsekuensi hukum mengingat waktu berjalan terus sementara sisa masa jabatan yang harus dilaksanakan dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana dimaklumi periodesasi Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim hasil Pilkada 2018 akan berakhir masa jabatannya pada bulan Juni 2023. Sejak, H Juarsah SH diangkat menjadi bupati definitif berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.131.16.4003 Tahun 2020 tanggal 25 November 2020, masih belum diisi hingga saat ini. Apabila dihitung dari bulan November 2020 hingga akhir jabatan Bupati dan Wakil Bupati pada Juni 2023. Maka sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan. Tetapi, bila dihitung dengan keadaan faktual saat ini bulan Juli 2022 (Saat rekomendasi diajukan) sampai dengan Juni 2023 maka sisa masa jabatan yang harus dilaksanakan hanya 11 bulan lagi.
"Pengajuan kedua kandidat yaitu Ahmad Usmarwi Kaffah dan Muhammad Yuddistira Syahputra yang diusulkan oleh PKB, Partai Hanura, dan Partai Demokrat, telah memunculkan spekulasi dan berbagai pertanyaan dari masyarakat. Apakah kedua kandidat yang diusulkan tersebut masih memenuhi syarat hukum untuk dilakukan pemilihan oleh DPRD,” tanya Firmansyah.
Masih dikatakan Firmansyah, Opini yang berkembang setidaknya yang dijadikan landasan hukum oleh partai politik pengusung yaitu Pasal 176 UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (disingkat UU Pilkada). Pasal 176 UU Pilkada, pada ayat 1 disebutkan dalam hal Wakil Bupati berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Bupati dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Kabupaten berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik. Pada ayat 2 partai politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan 2 orang calon Wakil Bupati, untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.
Selanjutnya, pada ayat 4 pengisian kekosongan jabatan Wakil Bupati dilakukan jika sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan terhitung sejak kosongnya jabatan itu. Dari ketentuan ini, pengisian jabatan Wakil Bupati dilakukan melalui mekanisme pemilihan di DPRD dengan syarat sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.
Adanya frasa jika sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan terhitung sejak kosongnya jabatan itu” dalam Pasal 176 ayat 4 harus ditafsirkan secara hati-hati. Sebab jika hanya dibaca pada anak kalimat “sejak kosongnya tersebut” dapat bermakna seakan-akan sisa jabatan boleh dihitung mundur (berlaku surut). Penafsiran yang keliru ini, setidaknya telah menjadi penyebab berlarut-larutnya pengisian kekosongan jabatan Wakil Bupati.
“Seharusnya ditafsirkan berdasarkan kondisi faktual sisa masa jabatan yang dapat dilaksanakan hingga berakhirnya masa jabatan. Memang, pasal ini tidak mengatur sanksi sehingga cepat atau lambat pencalonan itu diajukan tergantung dari partai politik yang bersangkutan,” kata dosen Universitas Serasan ini.
Pada kasus Muara Enim, sambung Firmansyah, kekosongan jabatan Wakil Bupati terjadi sejak ditinggalkan H Juarsah SH karena diangkat menjadi Bupati Muara Enim terhitung sejak Nopember 2020 dan akan berakhir pada Juni 2023. Dari sisi waktu sejak Nopember 2020 sampai Juni 2023 sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan, dengan demikian Pasal 176 ayat 4 UU Pilkada terpenuhi dan partai pengusung dapat mengajukan paling sedikit 2 nama calon Wakil Bupati untuk dipilih di DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat 2 UU Pilkada.
Tetapi, pada kenyataannya waktu berjalan terus, sementara kandidat untuk mengisi kekosongan jabatan Wakil Bupati belum juga diusulkan. Hal ini jelas merupakan kelalaian dan menjadi tanggung jawab partai politik itu sendiri tidak segera mengusulkannya. Usulan tersebut baru disampaikan di bulan Juli 2022 diusulkan dua nama calon untuk dilakukan pemilihan.
Dari bulan Juli 2022 sampai dengan Juni 2023, maka sisa masa jabatan yang dapat dilaksanakan hanya tersisa 11 bulan lagi. Karena masa jabatan Wakil Bupati tinggal 11 bulan lagi. Artinya kedua kandidat tersebut tidak dapat diproses oleh DPRD karena tidak memenuhi lagi syarat yang ditentukan dalam Pasal 174 ayat 4 UU Pilkada.
“Perhitungan tidak lagi didasarkan pada saat terjadinya kekosongan jabatan itu tetapi ditentukan berdasarkan sisa masa jabatan yang akan dilaksanakan, apakah masih mencukupi kurun waktu lebih dari 18 bulan atau tidak,” jelasnya.
Pengisian jabatan wakil bupati Muara Enim setidaknya masih akan menimbulkan persoalan, apabila pemilihannya akan dilanjutkan melalui forum DPRD. Oleh karena itu, DPRD maupun Eksekutif hendaknya harus berhati-hati dalam memproses usulan tersebut. Mengingat kondisi faktual sisa jabatan Wakil Bupati tidak lagi memenuhi syarat yang ditentukan oleh Pasal 176 ayat 4 UU Pilkada. Apabila tetap dilakukan pemilihan berpotensi digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada sisi lain, perlu juga diperhatikan ketentuan Pasal 175 UU Pilkada yang menyatakan apabila Bupati berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan dan sisa jabatan kurang dari 18 bulan. Menteri menetapkan Penjabat Bupati sampai dengan berakhirnya masa jabatan bupati atas usul gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Dengan mempertimbangkan masa jabatan bupati dan Wakil Bupati Muara Enim hasil Pemilihan tahun 2018. Dimana sisa masa jabatan yang harus dilaksanakan hanya 11 bulan.
Maka mengacu pada pasal ini, Firmansyah menegaskan bahwa penunjukan Pj Bupati Muara Enim Kurniawan AP MSi oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur sudah tepat. Ketentuan Pasal 175 UU Pilkada secara mutatis mutandis berlaku juga bagi pengisian jabatan wakil bupati, karena bupati dan wakil bupati pada waktu itu dipilih satu paket pada Pikada tahun 2018, dengan sisa masa jabatan 11 bulan secara otomatis tidak dapat lagi dilakukan pemilihan di DPRD.
Foto(Reza): CAPTION FOTO : Pengamat Politik : Dr Firmansyah SH MH