Foto(Reza): Taslim SPd, Pemangku Adat Semende Darat Laut (SDL).
Lentera-PENDIDIKAN.com,MUARAENIM-Menyebut dan membicarakan Semende, akan mengingatkan suatu daerah dataran tinggi di Kabupaten Muaraenim. Kata Semende terdiri dari dua suku kata yaitu Seme dan Ende dengan pengertian Seme = Sama dan Ende = Harga. Jadi kata Semende = Sama Harga menurut logat Semende same rege yaitu betine (perempuan) tidak membeli dan bujang (lelaki) tidak dibeli. Bahasa sehari-hari Jeme Semende adalah bahasa Semende dengan kata-katanya berakhiran “E”, dilihat dari logat dan sebutan kata, bahasa semende ini termasuk dalam kelompok bahasa Melayu, sedangkan bahasa tulis menulisnya dikenal dengan Surat Ulu dan tempat menulisnya dibuat dari kulit kayu yang disebut dengan Kaghas.
Pengertian Semende diartikan hubungan perkawinan (Semende) bahwa laki-laki datang tidak dijual dan perempuan menunggu tidak membeli. Semende menjadi Adat Semende disebut Tunggu Tubang yang penjabarannya dimulai berdasarkan Harta Pusake tinggi dan Harte Pusake Rendah. Kedua-duanya tidak boleh di bagi dan sebagai penunggu ditunjuk anak perempuan tertua, jika tidak ada anak perempuan, maka anak laki-laki tertua sebagai tunggu tubangnya (anak belai). Jika tidak ada anak (penerus) maka akan diadakan musyarawah oleh Payung Jurai, Jenang Jurai dan Ahli Jurai untuk menetapkan Tunggu Tubang selanjutnya karena putus keturunan, bisa anak ayuk atau anak adik.
Harta Pusaka Tinggi yang telah turun temurun (bejulat) kepada anak cucu, cicit (piut) dan seterusnya sebagai ahli waris mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut yakni Sama waris, Sama harga, dan Sama menjaganya. Perempuan (Tunggu Tubang) hanya berhak mengelola dan menunggu tidak kuasa menjual seperti Rumah, sawah, kolam (tebat), kebun (ghepangan), dan sebagainya, yang diwariskan secara turun temurun. Orang Semende atau Jeme Semende merupakan komunitas tersendiri di Provinsi Sumatera Selatan yang tinggal dan berdiam di wilayah Semende Raye (SDT, SDL, SDU), Kabupaten Muaraenim. Semende termasuk bagian dari kelompok Pasemah, Lematang, Lintang dan Lembak. Secara geografis Semende di bagi menjadi dua kelompok, yaitu Semende Darat di Kabupaten Muaraenim dan Semende Lembak di Kabupaten Ogan Komring Ulu (OKU). Kehidupan orang Semende mayoritas bertani dan berladang dengan menganut agama Islam yang dimulai dari lahir hingga meninggal dunia. Saat ini, anak cucu Jeme Semende sudah banyak dan tersebar di Nusantara, bahkan ada yang menetap keluar negeri Mekkah, Saudi Arabia.
Jeme Semende dalam pergaulannya memakai adat tunggu tubang yang berpedoman pada Al Quran dan Al Hadist untuk keselamatan dunia akhirat. Ada Semende seperti mencintai, menghargai dan membela perempuan (Tunggu Tubang) yang dipimpin oleh Meraje dengan meningkatkan derajat wanita sebab wanita tidak boleh dibiarkan nasibnya terlunta-lunta. Pemelihara harta warisan adalah ahli waris laki-laki dengan tugas mengawasi harta seluruhnya supaya tidak rusak, tidak berkurang, tidak hilang, dan sebagainya. Lelaki tidak berhak menunggu, dia seorang laki-laki seakan-akan Raja berkuasa memerintah dan diberi gelar dengan sebutan Meraje.
Seorang laki-laki di Semende berkedudukan sebagai Meraje di rumah suku ibunya (kelawainye) dan menjadi rakyat di rumah isterinya sehingga dia meraje dan juga rakyat. Kalau warga Tunggu Tubang (Adat Semende) telah turun temurun berjulat berjunjang tinggi, maka tingkat pemerintah (Jajaran Meraje) tersusun sebagai berikut yakni Muanai Tunggu Tubang, disebut Lautan (calon meraje) belum memerintah, dan dapat menjadi wali nikah (kawin) bagi kelawainya (ayuk atau adik perempuan). Muanai Ibu Tunggu Tubang, disebut/dipanggil Meraje. Muanai Nenek Tunggu Tubang, disebut/dipanggil Jenang. Muanai Puyang Tunggu Tubang, disebut/dipanggil Payung. Muanai Buyut Tunggu Tubang, disebut/dipanggil Lebu Meraje (Ratu). Muanai Lebu Tunggu Tubang, dipanggil Entah-entah.
Anak belai adalah keturunan anak betine (Kelawai Meraje) mengingat kelemahannya dan sifat perempuan (keibuan) maka ia dikasihi/disayangi dan ditugaskan menunggu harta pusaka sebagai Tunggu Tubang, mengerjakan, memelihara, memperbaiki harta pusaka dan ia boleh mengambil hasil (sawah, kolam, tebat, kebun/ghepangan) tetapi tidak kuasa menjual harta waris.
Dalam Adat Semende terdapat perintah/suruhan dan larangan/pantangan. Untuk Perintah/suruhan yakni Menganut/memeluk agama Islam, Beradat Semende, Beradab Semende dan Betungguan (membela kebenaran). Kemudian Larangan/pantangan jeme Semende yakni Sesama Tunggu Tubang pantang dimadukan, mengingat tanggung jawabnya berat, Bejudi/jaih/nyabung, Enggaduh racun tuju serampu (iri hati/hasut/dengki), Nganakah duit, Maling tulang kance, Nanam kapas/wanggean (Ringan timbangannye), dan Nanam sahang (pantang garang/pemarah). Adapun Sifat (motivasi) jeme Semende yakni Benafsu (rajin bekerja), Bemalu (sebagian dari iman), Besingkuh (berbicara dan tingkah laku tidak sembarangan), Beganti (setia kawan), Betungguan (tidak goyah/mantap), Besundi/beadab (tata krama, tata tertib),
Beteku (perhatian/suka membantu). Lambang Adat Semende / Tunggu Tubang yakni Kujur artinya Lurus dan Jujur, Guci artinyaTeguh Menyimpan Rahasia (Terpercaya), Jale artinya Bijaksana dan Menghimpun, Tebat artinya Sabar dan Kapak artinya Adil. Selain itu ada juga Bakul Betangkup artinya Teguh Menyimpan Rahasia, Niru artinya Tahu Membedakan Yang Baik dan Yang Buruk, Tudung artinya Suka Menolong (Melindungi), Kinjar bersrti Rajin, Siap Kemana Saja Pergi, Piting artinya Suka Menerima Tamu, Tuku artinya Pribadi Tepuji dan Runtung artinya Tempat Rempah-Rempah.