Ribuan Warga Hadiri Pagelaran Tunggu Tubang Culture Festival
Rabu, 30 Okt 2019 14:25 | 1293
Foto(Reza): Gubernur Sumsel H Herman Deru da istri, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, Plt Bupati Muaraenim H Juarsah, secara simbolis membuka Tunggu Tubang Culture Festival di lapangan Merdeka Muaraenim
Lentera-PENDIDIKAN.com,MUARAENIM-Untuk melestarikan adat-istiadat dan budaya, dalam rangkaian Colorful Muaraenim Festival 2019, Pemkab Muaraenim menggelar Tunggu Tubang Culture Festival di lapangan Merdeka Muaraenim, Rabu (30/10/2019)
Acara ini dihadiri langsung oleh Gubernur Sumsel H Herman Deru, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin sebagai Ketua Umum Yayasan Raja Sultan Nusantara (YARASUTRA), Plt Bupati Muaraenim H Juarsah, Sekda Muaraenim H Hasanudin, Ketua Adat Semende Darat Laut (SDL) H Taslim,
Ketua Adat Semende Darat Tengah (SDT) H Dawari, Ketua Adat Semende Darat Ulu (SDU) Tengku H Muhizar. Dalam kegiatan tersebut menampilkan Pegelaran adat Pernikahan Tunggu Tubang Semende.
Menurut Ketua Adat Semende Darat Laut (SDL) H Taslim, Ketua Adat Semende Darat Tengah (SDT) H Dawari, Ketua Adat Semende Darat Ulu (SDU) Tengku H Muhizar, mengatakan kegiatan ini dilakukan oleh tiga kecamatan di Semende. Kecamatan Semende Darat Laut (SDL), memerankan akad nikah dan Perbie, Kecamatan Semende Darat Tengah (SDT) memerankan prosesi Bunting Tandang dan Kecamatan Semende Darat Ulu (SDU) memerankan Ngantat Bunting Balik.
"Ketiga Kecamatan mempunyai peran masing-masing," ujarnya.
Untuk susunan Perkawinan Tunggu Tubang, lanjut Taslim yakni Naikkah Rasan, Mutuskan Rasan, Akad Nikah, Perbie, Nyukow, Agung Rami, Bunting Tanda, dan Ngantat Bunting Balik.
Plt Bupati Muaraenim H Juarsah SH mengatakan, masyarakat Semende tersebar di Indonesia, tetapi keberadaan suku Semende ada juga di Provinsi Lampung, Provinsi Jambi, dan Provinsi Bengkulu. Tata cara adat Tunggu Tubang yang menjadi Tunggu Tubang adalah anak perempuan yang tertua, apabila tidak anak perempuan maka dipilih anak laki-laki, namun apabila terjadi anak tunggal otomatis menjadi Tunggu Tubang. Yang menjadi Tunggu Tubang ada dua bentuk perkawinan Tunggu Tubang yaitu Perkawinan Tunggu Tubang Anak Tue adalah perkawinan yang terjadi terhadap anak perempuan tertua, dimana suami ikut dengan istri.
Perkawinan Tunggu Tubang Ngangkit adalah sama dengan keadaannya dengan Tunggu Tubeng Anak Tue, bedanya ialah terjadi bila tidak memiliki anak perempuan dan hanya memiliki anak lelaki, dimana nantinya istri akan ikut dengan suami dan statusnya sama dengan Tunggu Tubang Ana Tue.
Masih dikatakan Juarsah, Adat Tunggu Tubang adalah anak perempuan tertua dari suatu keluarga yang bertugas menunggu dan memelihara serta mengusahakan harta pusaka nenek moyang secara turun temurun. Dimana harta tersebut milik bersama dalam keluarga itu dan sebagai tempat berhimpun atau bermusyawarah anggota keluarga. Adat Tunggu Tubang merupakan suatu adat yang terdapat pada masyarakat Semende yang masih berlaku sampai sekarang dan berjalan secara turun termurun. Maksud dan Tujuan Adat Tunggu Tubang adalah diharapkan Tunggu Tubang harus ulet bekerja dan memberi manfaat kepada keluarga besar dan sanak familinya. Dimana seorang anak Tunggu Tubang harus bersifat adil kepada semua keluarga besar, maka tentukan harus adil dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Sebab Tunggu Tubang ini sebagai pelaksana penjaga keberlangsungan adat istiadat Semende, maka sebisanya mungkin harus adil apalagi kalau terhadap berbagai masalah yang harus diselesaikan sangat dituntut bagi Tunggu Tubang untuk bersifat adil agar kesatuan keluarga tetap terjaga.
Sementara itu menurut Gubernur Sumsel Ir H Herman Deru MM, kegiatan yang mengangkat kearifan lokal patut dicontoh oleh daerah Kabupaten/Kota di Sumsel. Hal ini seperti ini yang diangkat oleh Kabupaten Banyuwangi, dan efeknya luar biasa terutama untuk dunia wisatanya. Padahal di Sumsel banyak sekali kearifan lokal yang bisa ditonjolkan.
"Terimakasih kepada Muaraenim yang telah mengangkat adat Tunggu Tubang. Saya hampir selalu datang jika ada kegiatan Colorful Muaraenim. Saya angkat dua jempol untuk Muaraenim," ujarnya.
Dizaman modern ini, lanjut Herman Deru, budaya dan tarian asing sudah mulai merasuk ke budaya anak muda Indonesia. Dan saatlah, kita sebagai pemimpin dan masyarakat untuk mengangkat dan mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal kepada generasi muda. Memang, dalam mempertahankan hal-hal serupa tentu membutuhkan pergobanan, biaya, dan kemauan.