Usaha Tutup karena Corona, Puluhan Nasabah Bank dan PNM di Lampung Datangi OJK
Jumat, 10 Apr 2020 00:05 | 1478
Foto(Teraslampung): Para warga yang mendatangi OJK
Lentera-PENDIDIKAN.com,LAMPUNG- Puluhan ibu-ibu nasabah bank dan Pemodalan Nasional Madani (PNM) mendatangi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung untuk meminta keringanan kreditnya.
“Usaha kami tutup sementara dampak pendemi Corona ini tapi kami harus membayar kredit kami di bank dan PNM. Yang membuat kami kalut untuk membayar atau mengangsur kredit itu uangnya dari mana,” jelas Muji yang sehari-hari berusaha makanan dan jasa pengetikan di dekat SMPN 34, Kecamatan Labuhan Ratu, Kamis April 2020 di halaman kantor OJK.
Muji mengaku meminjam atau mengambil kredit lunak dari BTPN Syariah sebesar Rp6 juta dengan pembayaran perdua minggunya Rp312 ribu.
“Bulan kemarin saya bisa bayar itu uangnya dari pinjam sama tetangga, suaminya saya driver ojol sedang sepi penumpang jadi mulai bulan ini kami kesulitan mengangsur,” ungkapnya.
Hal yang sama diakui Rahmawati pedagang buah di pasar-pasar sore yang ada di Bandarlampung yang meminjam Rp19 juta dengan pembayaran Rp1 juta/dua minggunya.
“Semua pasar sore tidak boleh buka dari mana saya bisa bayar kredit kalau saya tidak dagang,” jelasnya.
“Untuk makan saja sekarang ini saya mengandalkan pemasukan suami saya yang sehari-hari kerjanya nyupir,” kata Rahmawati.
Tidak jauh beda dirasakan Melia usahanya laundry tidak jalan karena langganannya para mahasiswa diliburkan.
“Usaha saya pangsa pasarnya anak-anak kuliah atau mahasiswa. Mereka semua libur ya hilang lah pelanggan kami, kemarin saya cuma dapat Rp50 ribu,” ungkap Melia pengusaha laundry di Palapa V, Kecamatan Labuhan Ratu, Bandarlampung.
Ibu tiga putra itu mengaku sudah tiga tahun menjadi nasabah BTPN Syariah, mulai pinjam Rp3 juta hingga sekarang bisa pinjam Rp12 juta dengan lama pinjaman 18 bulan.
“Saya pinjam Rp12 juta dan harus mengangsur Rp468 ribu/dua minggunya. Bagaimana saya mau bayar anggsuran kalau usaha saya saat ini merosot tajam sekali,” ungkapnya.
Sedangkan Eli pedagang sandal dan sepatu di PKOR Wayhalim tidak bisa mengangsur ke Esta Dana Ventura karena tempat usahanya ditutup sementara.
“Saya pinjam Rp3 juta untuk modal usaha jual sandal dan sepatu dan saya harus ngangsur Rp249 ribu tiap dua minggunya. Gimana saya bisa bayar sedangkan tempat usaha saya ditutup sementara,” jelasnya.
Dia mengaku pernah mengatakan kepada kolektor untuk menyita barang-barangnya untuk menutupi hutangnya.
“Kemaren saya bilang sama kolektor ambil saja sepatu dan sandal dagangan saya di PKOR Wayhalim untuk menutupi kredit saya,” ungkapnya.
Kekecewaan para ibu dari usaha sektor informal kepada bank dan PNM tidak berlebihan. Mereka sudah menjadi nasabah bank dan PNM itu diatas satu tahun dan saat kondisi normal mereka lancar dalam pembayarannya dan kini mereka meminta kebijakan untuk menunda pembayaran kreditnya.
“Saya sudah lima tahun ambil kredit ini pak, mulai dari Rp2 juta, Rp3 juta sampai 19 juta. Selama ini saya lancar pembayarannya, sekarang kami minta kebijakannya untuk menunda dulu pembayaran kredit kami sampai kondisi normal,” jelas Rahmawati yang mengaku biasa meraih keuntungan Rp500 sampai Rp700 ribu/harinya.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) OJK Lampung Aprianus Jhon Rishad usai pertemuan dengan perwakilan ibu-ibu pengusaha informal tersebut mengatakan, para debitur (Ibu-ibu) mengadu masih ditagih untuk pembayaran kewajibannya.
“Usaha mereka terdampak karena mereka jualan di sekitar sekolah ada juga di PKOR Wayhalim yang sekarang ditutup sehingga mereka tidak punya lagi cast flow,” katanya.
“Mereka juga sudah mengajukan keringanan ke bank dan PNM tapi ternyata petugas lapangan dari bank dan PNM itu masih melakukan penagihan seperti biasa,” jelas Aprianus Jhon Rishad.
Dia mengaku sempat menghubungi salah satu pimpinan bank tersebut dan sang pimpinan itu mengatakan akan melakukan sosialisasi kebawahannya.
“Saya tadi sempet menghubungi salah satu pimpinan (saya gak sebut lembaganya). Mereka akan coba lebih mensosialisasikan kembali seharusnya petugas yang dikirim ke lapangan itu tadinya untuk tujuan penagihan. Tapi kalau memang debitur tadi kesulitan maka mereka harus mendata,” ujarnya.
“Data tersebut atau mapping untuk menetapkan kondisi debitur, jika berat jangankan untuk bayar kredit buat makan aja susah maka pihak kreditur akan memberikan skema restrukturisasi sampai ke penundaan dan seterusnya,” jelas dia.
Ada berbagai cara restrukturisasi kata Aprianus Jhon Rishad selain punandaan dan semua itu hasil mapping di lapangan.
“Kalau usahanya tidak jalan tapi suaminya masih bantu atau anaknya masih bisa membantu bank dan PNM bisa menggunakan skema mengurangi angsuran dalam bentuk bisa dengan perpanjangan waktu, menurunkan suku bunga,” katanya.
Dia mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak mempercayai hoax yang mengatakan saat sekarang tidak usaha bayar kredit.
“Jangan percaya sama provokasi yang mengatakan jangan bayar kredit sekarang. Padahal dengan membayar kreditnya bank, PNM dan lembaga keuangan lainnya akan semakin banyak membantu banyak lagi yang betul-betul perlu,” ujarnya.(LP/Teraslampung)